Gunung Kerinci : Atap Sumatera Desember 2020
Desember - bulan penghujung tahun - bulan yang memiliki segudang cerita suka maupun duka. Tempat banyak orang bermusahabah diri atas perginya waktu selama ini, apakah sudah berjalan semestinya atau mirisnya terbuang dengan sia-sia. Juga menjadi waktu yang tepat untuk merefresh jiwa dan raga yang penat sepanjang tahun.
Tahun 2020, berlalu begitu saja dan tak terasa sudah berada di penghujung tahun, desember. Semua resolusi yang telah tertulis di buku agenda penuh akan coret-coretan pena - rancangan yang diimpikan sedikit bergeser. Bukan tanpa sebab. Ya, musibah yang melanda negeri ini menjadi duka bersama. Kemanusiaan pilihan utama, bahu membahu saling menolong menjadi prioritas.
Singkat cerita - desember 2020 - aku mengistirahatkan langkah kaki menjejaki bumi pertiwi. Entah sejak kapan aku hobi berpergian seperti ini. Tetapi yang aku sadari, aku menikmatinya dan haus penasaran akan bagian lain dari bumi pertiwi.
Tahun 2019 lalu, aku sempat berkunjung ke tanah Jawa, Sunda, Bengkulu, Bangka dan di akhir desember - sebelum diri terbaring di kasur - perjalanan terakhir mendaki gunung Seminung. Melihat kondisi yang ada di tahun 2020, apa mau di kata. Istirahat sejenak ku rasa adalah pilihan bijak. Mengenang kisah kemarin sambil menyelami hikmah cukup menarik.
Huftt, aku kembali membuka galeri melihat rekaman foto kemarin dan kali ini aku mencoba merangkai ceritanya. Eh, tapi kali ini aku tidak akan bercerita tentang seluruh perjalanan yang tertulis di atas. Kali ini aku akan bercerita perjalananku saat menapaki Atap Sumatera. Ya, Gunung Kerinci. Tepat di akhir tahun 2018 dan di awal tahun 2019 kisah ini terukir.
Gunung Kerinci memiliki ketinggian 3,805 Mdpl, hal ini yang membuatnya mendapat sebuah julukan Atap Pulau Sumatera sekaligus julukan Gunung Berapi tertinggi di Asia Tenggara. Gunung kerinci terletak di perbatasan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat.
Pendakian kali ini saya ditemani oleh Aldi dan Adnan – teman semasa SMA. Kami bertolak dari Kota Palembang menuju Kabupaten Kerinci sekitar jam 8 malam dengan menggunakan bus. Perjalanan menempuh waktu sehati semalam. Eh, sehari semalam maksutnya.. Lalu, kami tiba di basecamp kaki gunung kerinci sekitar jam 10 malam.
Seberes turun dari bus serta merapikan perlengkapan kami langsung menggelar sleeping bag – tak tahan menahan kantuk - dan beberapa rombongan trip lainnya masih asik menikmati secangkir kopi sebelum tidur. Oh ya, pendakian kali ini aku ikut open trip asal Jakarta. Kami menamakan rombongan ini dengan sebutan Alumni STM, pasalnya isinya laki-laki berambut gondrong semua hahaha. Hanya ada 2 orang cewek yang membersamai kami.
Pagi, selepas sarapan dan menyiapkan perlengkapan kami menaiki mobil carry menuju titik pendakian. Hijaunya kebun teh sepanjang jalan memberikan kesan damai. Lewat artikel yang pernah saya baca, peneliti menemukan fakta bahwa warna hijau bisa menenangkan syaraf-syaraf tegang. Ya, wajar sih jika pemandangan kebun teh bisa bikin damai dan adem.
Mentari mulai menyengat kulit, kami berdoa sebelum memulai pendakaian. Bismillah. Kebun-kebun warga sudah tak terlihat lagi, sang surya pun kini telah tertutup rimbunnya pepohonan hutan. Syukurlah, energi tak cepat terkuras.
Kami berjalan dengan santai, bahkan lebih banyak duduk dan beceritanya ahaha. Tapi, bukankah ini menyenangkan (?) terkadang manusia sering lupa untuk menikmati proses yang ada. Sebenarnya sih kebanyakan dari mereka paham akan nikmatnya proses, tapi seringkali terburu-buru menanti hasil sehingga proses tak lagi nikmat. Ah sudahlah, pelan-pelan saja, toh puncaknya tidak akan berlari hahaha..
Semakin nyaman bercerita di jalur pendakian. Ada satu fakta menarik yang aku tangkap. Biarpun tampang seram, rambut gondrong, tetapi ada sebuah fakta bahwa teman-teman pendaki ini penyayang Ibu. Loh, heran kan? Gak percaya nih? Cek aja sosmed pendaki gondrong itu. Ya, kebanyakan mereka tak malu jika memperlihatkan kemesraan – memeluk, mencium, bermanja - bersama Ibunya. Aku pun sempat iri melihatnya.
Matahari tak terasa sudah berada tepat di atas kepala. Perjalanan berlanjut menapaki tanah kerinci. Jalur yang tadinya landai perlahan menjadi tebing-tebing. Tangan mau tak mau ikut serta memegang akar-akar pohon membantu keseimbangan. Wih, tak terduga di pos awal masih ada warung. Sumeringah muka melihatnya. Kami letakan carrier - mampir sejenak - istirahat, makan gorengan dan semangka serta sholat dzuhur.
Sholat di hutan? Lah iya, kenapa tidak (?) fakta menarik lagi nih. Pendaki yang serem rambut gondrong pun masih ingat tuhan gaess. Ya, benar, kita tak boleh judge orang lewat sampulnya saja. Rambut boleh jadi sama hitam, tapi hati siapa yang tahu. Bukan kah begitu kata pepatah lama (?) sedikit tertampar sih, kadang ketika nyaman di rumah aku malah males-malesan buat sholat,,
Perjalanan kembali berlanjut. Sekitar jam 4 sore kami sampai di shelter 1. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda disini. Ya, tak perlu terburu-buru ke puncak dan ketika di alam bebas tak perlu juga membohongi diri sendiri tentang kondisi tubuh.
Langit yang memerah kini perlahan diselimuti gelapnya langit malam. Bintang-bintang berhaburan ikut menghiasi langit. Entah kenapa, aku merasa cuacanya sangat dingin. Namun, temanku menganggap cuacanya normal, dan posisi sekarang belum teralalu tinggi masih kisaran 2500 Mdpl.
Semakin malam tubuhku semakin meriang. Waduh, fix kondisi tubuhku sedang tidak baik-baik saja. Aku masuk ke dalam tenda, mengenakan jaket dan sleeping bag. Parah, tetap saja dingin. Semua cara aku lakukan, minum obat tolak udara, masang koyo. Sial, semua berasa sia-sia. Malam kala itu terasa sangatlah panjang, ku harap segeralah berlalu.
Bersambung ~
Bener banget, kadang kita terlalu cepat menilai orang (*aku pun sering melakukan kesalahan ini haha). Gayanya thanos eh hatinya elo kity.
BalasHapusbtw mendaki gunung itu nampaknya asyik yaa huhu
Tergantung sudut pandang sih. ada yang merasa lebih asyik sendirian di pojok kamar menyelami dunia dan memiki ideologi no kamar no life.. 😁
HapusTapi, bagiku.. Perjalanannya yang asik.. Mau kemana pun yang penting minumnya...... *Ehe canda yah
Woow salah satuu impianku bisa hiking ke kerinci :")
BalasHapusSemoga bisa terwujudkan yah mba.. Aamiin
HapusKirain Adnan siapa, ternyata Adnan Brilian ya wkwk
BalasHapusDuh, kan jadi pengen hiking lagi :')
Iya kak., Adnan alias Rian.. Wkwkw
HapusYap, semoga ibu pertiwi lekas sembuh dan kita bisa berpetualang lagi..
Dari dulu pengen hiking, tapi ya begitulah, haha
BalasHapusSemoga, lewat tulisan ini bisa menggambarkan suasananya ya mba.. Semngat, semoga Allah kasih kesempatan buat hiking.. 😄
HapusJadi pen jadiin resolusi 2021 nih, semoga bisa bepergian ke mana - mana wkwk
BalasHapusBismillah aja dulu 😄
HapusAku pribadi belum pernah mendaki gunung/hiking/apalah namanya itu wkwk. Kalopun diajak, ya akunya yg kurang hobi dgn begituan. Btw membaca tulisan ini setidaknya memberikanku gambaran bagaimana rasanya muncak
BalasHapusSemoga bisa menikmati sensasinya di Jurnal Biasa ya kak 😄
HapusAku blm pernah daki ke gunung, pengen ke sana kapan2
BalasHapusAjak kakk2 yg lainnyo kak.. Kito piknik :3
HapusBerangkat jam 8 sampai jam 10 kak ke jambi? Heeh cepet banget kak. Sungguh pesan yang luar biasa kak, dan lain kali ajak aku ya kak kita daki bareng! Hehw
BalasHapusJam 10 besoknya gi wkwkw
HapusSedang menunggu waktunya tiba...saat dimana diri ini menjelajah kemanapun arah mata kaki berjalan 'ups kayak kata Bos uang kaget😅
BalasHapuskeren banget Kak👍
Kalau sekarang meriang bisa jadi tanda-tanda tuh 🙃
BalasHapusBtw iri banget sama orang-orang yg sering pegi-pegi 😭 (pengen juga)